Oleh : Nur’aini Amalia Az Zahra
Senin Pagi. Sebelum jam 7 aku dan Khansa, keponakanku, sudah stand by di Stasiun Kereta Bekasi. Kami hendak mudik ke Sukabumi dengan menggunakan kereta via Bogor.
Di stasiun Bekasi, kami bergerak menuju jalur 3. Sudah ada kereta ke arah Manggarai tersedia di sana. Kami berdua pun masuk ke gerbong wanita di ujung peron. Karena kulihat tak ada bangku tersisa, maka kami maju satu gerbong lagi dan menempati tempat favoritku, dekat sambungan kereta. Biasanya di area ini tidak terlalu banyak penumpang yang berdiri.
Ku taruh tas besar & tas Kansha diatas rak, dan kami pun berdiri di depan tempat duduk prioritas. Seorang ibu hamil kemudian bicara kepada laki-laki paruh baya disebelahnya “Pak, ada anak kecil” aku mendengar secara lengkap pembicaraannya, namun sontak aku kaget ketika laki-laki itu menjawab “Saya usianya berapa dulu, sudah 60 tahun ” dengan nada membentak ibu hamil tadi. Lalu aku berbicara “Gak pa pa, kami mau berdiri.”
Kutanyakan kepada keponakanku untuk meyakinakan diriku, apakah dia mau duduk. Tetapi katanya dia mau berdiri saja. Dari seberang bangku, masih di kawasan prioritas, seorang wanita paruh baya ikut berbicara, “Bu, kedepan aja, disini tua2″ lalu saya menjawab lagi, “Ga pa2 bu anaknya ga mau duduk, disini aja”. Lalu ibu Itu menjawab lagi “Iya ga pa2 situ, tapi nanti kita diusir-usir”.
Di bangku yang cukup untuk 3 orang itu ada dua orang wanita dan seorang laki laki paruh baya. Mereka terus membicarakan kami. Menurut mereka seharusnya kami beranjak pergi mencari tempat duduk. Ku lihat ke gerbong bagian depan, bangku sudah terisi penuh. Diantara meraka ada laki laki muda dan wanita muda. Mereka ada yang lelap tertidur, melamun atau sibuk dengan hapenya. Selain itu, sudah banyak yang berdiri pula.
Waktu sudah 7:38. Kami masih berdiri ditempat semula. Aku merasa keberatan menurunkan kemudian membawa tas-tas itu, dan berjalan lagi untuk mencari tempat duduk. Kupikir lebih baik di sini saja. Toh area ini tak terlalu penuh pula. Aku tahu keponakanku yang satu ini memang lebih kuat dari yang kukira. Kalau soal berdiri, jalan kaki & olah raga dia memang termasuk yang sangat kuat.
Di seberang sana 3 orang penumpang paruh baya tadi rupanya masih memperbincangkan kami. Dengan tiba-tiba salah seorang wanita itu menarik tangan keponakanku untuk duduk bersamanya, namun keponakanku tidak mau. Wanita Itu kemudian berkata “ayo sini aja duduk sama ibu nanti diomelin petugasnya”
Karena dia terlihat memaksa maka aku bilang “ga usah bu ga pa2”. Kutarik lagi tangan keponakanku lalu kami pindah ke pinggir bangku dekat pintu masuk. Kudengar ketiga penumpang itu masih juga membicarakanku “disuruh kedepan malah ga mau. Dia kan masih sehat, Kalo kita kan ga kuat. Kalo disini kan malah kita yg diusir”
Aku merasa emosiku melonjak. Aku menoleh ke arah mereka lalu kukatakan pada mereka dengan suara bergetar menahan emosi “Pa, Bu, Maaf ya saya digerbong ini, kalau saya kedepan terlalu berat bawa barangnya”
Setelah kejadian itu, mereka masih saja sibuk mempermasalahkan kami. Sementara keponakanku malah asyik membaca skema jalur kereta yang terpasang di atas pintu masuk. Dia banyak bertanya karena banyak nama-nama daerah yang asing baginya. Sedikit pun dia tidak mengeluh soal tempat duduk.
Aku mencoba menenangkan diriku sendiri. Mataku berkaca-kaca menahan sesak di dadaku. Berdiri sepanjang perjalanan di KRL sudah biasa buatku, dan kuyakin tidak menjadi masalah buat keponakanku. Namun tuduhan dan omongan bahwa kami menyebabkan ketidaknyamanan orang lain membuatku sangat gusar dan terhina.
Mungkin hidup mereka terlalu berat dan ketakutan diusir petugas sangat menghantui mereka sehingga memaksa mereka harus berkata seperti itu. Mungkin juga mereka sudah terlalu lelah sepagi ini sehingga berharap dapat duduk beristirahat sejenak sebelum berjuang dalam pekerjaan mereka nanti.
Aku bayangkan betapa sibuknya mereka mengurus rumah dan keluarga mereka sejak dinihari, lalu harus bergegas mengejar kereta pagi ini agar tak terlambat masuk kerja.
Aku menghela nafas. Seperti halnya diriku yang tidak tahu apa yang ada di pikiran mereka dan apa yang terjadi di kehidupan mereka sebelum naik KRL ini, mereka juga tidak akan pernah tahu apa yang ada di dalam pikiran kami berdua. Bahwa sebenarnya memang kami memilih untuk berada di gerbong ini dan tidak menghendaki untuk duduk. Mereka juga tidak mengerti betapa senangnya keponakanku naik KRL, dan itu mengalahkan rasa lelahnya.
Alhamdulillah keponakanku tetap ceria sampai kami transit di Manggarai. Masih segar bugar. Emosiku mereda dan harga diriku pun terpulihkan karenanya.
Bekasi-Sukabumi, 18 Desember 2017
-o0o-
Edited by: Abi Ihsan
akhyar1898.com