عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : يَقُولُ اللَّهُ إِذَا أَرَادَ عَبْدِي أَنْ يَعْمَلَ سَيِّئَةً فَلاَ تَكْتُبُوهَا عَلَيْهِ حَتَّى يَعْمَلَهَا فَإِنْ عَمِلَهَا فَاكْتُبُوهَا بِمِثْلِهَا وَإِنْ تَرَكَهَا مِنْ أَجْلِي فَاكْتُبُوهَا لَهُ حَسَنَةً ، وَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَعْمَلَ حَسَنَةً فَلَمْ يَعْمَلْهَا فَاكْتُبُوهَا لَهُ حَسَنَةً فَإِنْ عَمِلَهَا فَاكْتُبُوهَا لَهُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِئَةٍ
Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a., bahwasanya Rasulullah SAW bersabda,:”Allah berfirman, ‘Jika hambaKu berkeinginan untuk melakukan suatu amal keburukan, janganlah kalian (para malaikat) mencatat kesalahannya hingga dia mengerjakannya. Dan jika dia talah melakukannya, tulislah dosa kesalahannya sepadan dengan perbuatan buruk yang ia lakukan. Namun jika dia meninggalkannya karena-(takut kepada)Ku, tulislah baginya satu kebaikan.’
‘Dan jika hambaKu berniat melakukan suatu amal kebaikan, tetapi belum dikerjakannya, tulislah baginya satu kebaikan. Namun, jika dia telah melakukannya, tulislah baginya 10 kali kebaikan sepadan dengan kebaikan yang dia lakukan hingga 700 kali lipat’.” (HR Al Bukhari)
Anggapan Yang Salah
Ada kesalahan cara berfikir di kalangan ummat Islam berkenaan dengan hadits di atas. Terutama dalam penggalan pertama, di bagian keinginan untuk melakukan suatu amal keburukan yang tidak dicatat oleh para malaikat. Sebagian orang berpandangan bahwa karena adanya perintah Allah seperti ini, maka malaikat tidak akan mencatat niat untuk melakukan suatu keburukan.
Seorang Ulama terkemuka, Dr. ‘Aidh Al Qarni, memperingatkan kita tentang bahaya dari cara pandangan demikian. Beliau menegaskan bahwa ada diantara pemikiran-pemmikiran untuk berbuat kejahatan yang benar-benar akan dicatat oleh para malaikat dan akan mendapatkan ganjarannya di akhirat kelak.
Menurut beliau, apa yang disebutkan di dalam hadits sebagai keinginan yang tidak dicatat itu hanyalah sebatas apa yang terlintas di dalam hati. Seumpama di jalan kita melihat ada buah mangga ranum yang menggiurkan tergantung di sebuah pohon. Saat kita melihatnya, ada terlintas di dalam hati untuk memetiknya.
Jika kita kemudian menyadari bahwa pohon mangga itu bukan milik kita, kemudian kita membuang atau tidak memikirkan kembali keinginan untuk memetik mangga tersebut, maka itu termasuk ke dalam lintasan hati yang tidak akan dicatat oleh para malaikat.
Lain halnya bila kita merasa ingin memiliki, kemudian mencari cara untuk memetiknya. Apabila tangan kita tidak sampai untuk meraihnya, kita berfikir untuk mendapatkan alat bantu, apakah berupa galah atau tongkat, mencari tangga atau lain-lainnya. Jika pun kita tidak mendapatkan alat bantu tersebut, sehingga kemudian kita membatalkan keinginan kita, maka pemikiran buruk tadi sudah dicatat sebagai suatu keburukan. Satu hal yang perlu diingat adalah bahwa kita tidak jadi melakukannya bukan karena takut pada Allah, melainkan karena tidak ada kesempatan atau alat bantu yang memadai!
Menurut Syaikh Al Qarni, jika kemudian pemikiran buruk itu benar-benar dilaksanakan, maka akan ditulis lagi satu catatan keburukan bagi kita.
Yang Ada Di Dalam Hati Akan Dibalas
36. dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.
Dalam ayat di atas, Allah SWT menegaskan bahwa bahkan apa yang ada di dalam hati akan dimintai pertanggungjawabannya. Artinya benar-benar Allah SWT akan mencatat, menanyakan kembali dan memintakan pertanggungjawaban atas apa yang ada di dalam hati
Sebagai contoh yang jelas, kita bisa melihat di dalam Al Qur’an Surat An Nur ayat 19:
19. Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang Amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui.
Rangkaian kisah dalam ayat-ayat Surat AnNur sebelumnya menceritakan tentang Haditsul Ifki, berita bohong berkenaan dengan perilaku tercela yang diisukan telah dilakukan oleh ‘Aisyah r.a. Dalam Al Qura’n surat An Nur tersebut, kisah Haditsul Ifki ini dikisahkan mulai dari ayat 15 sampai dengan ayat 18.
Terhadap berita bohong tersebut ada sebagian orang yang menginginkan agar berita itu sampai ke telinga orang-orang yang beriman. Bagi orang-orang semacam ini, Allah SWT dengan tegas menyatakan bahwa mereka akan diberi balasan berupa azab di dunia dan di akhirat. Tentunya hal ini jelas menunjukkan betapa keinginan dan perasaan senang seperti itu merupakan amalan hati, apa yang ada di dalam hati ini, akan dicatat, dipertanyakan di akhirat dan akan memperoleh ganjarannya.
Ada ayat lain yang juga menunjukkan bahwa apa yang ada di dalam hati akan dimintai pertanggungjawabannya. Kita bisa lihat di dalam potongan awal surat Al Hujurat ayat 12:
12. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. …
Ayat di atas jelas menunjukkan adanya larangan Allah untuk berprasangka buruk, apalagi berprasangka terhadap orang mukmin. Di dalam tafsir Al Maraghi disebutkan bahwa prasangka buruk itu diharamkan terhadap orang yang saleh dan terkenal amanah. Artinya terhadap orang-orang yang kita ketahui dalam kehidupan sehari-harinya adalah orang baik, mendirikan sholat, suka bersilaturahim, sopan dan sebagainya haruslah kita selalu berbaik sangka kepadanya.
Dalam membahas ayat di atas, Ibnu Katsir dalam tafsirnya membawakan sebuah hadits dari Nabi Muhammad SAW,:
إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ
Artinya:”Jauhilah berprasangka, karena berprasangka itu adalah perkataan yang paling dusta.” (HR Bukhari danMuslim)
Pelajaran Untuk Masa Depan
Dalil-dalil di atas cukup jelas menunjukkan larangan berprasanga buruk. Dan secara keseluruhan menjelaskan kepada kita bahwa apa yang ada di dalam hati manusia akan dibalas oleh Allah SWT. Oleh karenanya, patut kita renungkan apa yang disampaikan oleh Sayyid Quthb dalam tafsirnya Fii Zhilaalil Qur’an berkenaan dengan ayat 12 Surat Al Hujurat ini: “…intinya agar manusia menjauhi buruk sangka apa pun yang akan menjerumuskannya ke dalam dosa.”.
Secara lebih luas dapat dikatakan bahwa tiap-tiap diri orang yang beriman harus menjaga apa yang ada di dalam hatinya agar yang terlintas di sana hanyalah hal yang baik dan bermanfaat bagi kehidupannya.
Semisal sebuah gelas bening, bila diisi dengan air bersih dan bening, maka akan terlihat bening air di dalam gelas itu. Namun jika ada tetesan atau dimasukkan air kopi, misalnya, air di gelas tersebut akan mulai menjadi keruh.
Maka dari itu, setiap kali harus diusahakan agar yang ada di dalam hati ini hanyalah hal-hal yang bersih, yang baik dan selalu diusahakan untuk menjauhi hal-hal yang kotor, yang tidak baik.
Sebagai penutup, marilah kita sama-sama mengingat apa yang telah disabdakan olehNabi Muhammad SAW tentang hati ini:
أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ.
Artinya:”Ketahuilah bahwa di dalam badan manusia ada segumpal daging, jika ia baik maka akan baiklah seluruh badannya, jika ia rusak maka akan rusaklah seluruh badannya, ketahuilah bahwa itu adalah hati.”
Wallohu A’lam
Bekasi, 26 Desember 2016
Toto (Abu Ihsan)